Kembali ke atas!
twitter




BAB I
PENDAHULUAN
I.1   Latar Belakang

Larutan merupakan fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu sistem homogen yang mengandung dua atau lebih zat yang masing-masing komponennya tidak bisa dibedakan secara fisik disebut larutan, sedangkan suatu sistem yang heterogen disebut campuran.
Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan larutan ini telah diketahui konsentrasi secara pasti (artinya konsentrasi larutan standar adalah tepat dan akurat).

Percobaan pembuatan dan pembakuan larutan ini sangat berperan penting dalam proses analisa volumetrik yang merupakan analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.

Dalam bidang farmasi, analisa volumetri inilah yangdigunakan untuk menentukan kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin.


I.2   Maksud & Tujuan

 I.2.1     Maksud Percobaan
-       Mengenal macam-macam larutan baku
-       Membuat larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

I.2.2     Tujuan percobaan
-       Dapat membuat larutan baku dari bahan padat dengan konsentrasi tertentu
-       Dapat membuat larutan baku dari bahan cair dengan konsentrasi  tertentu


I.3   Prinsip Percobaan

Pembuatan larutan baku NaOH dan HCl dengan konsentrasi tertentu dilakukan dengan melarutkan homogen NaOH/HCl  ke dalam pelarut aquadest. Pembakuan NaOH dengan menggunakan larutan baku primer Kalium biftalat dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator PP hingga terjadi titik akhir. Pembakuan HCl dengan menggunakan larutan baku primer Natrium carbonat dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan indikator PP hingga terjadi titik akhir.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Teori Umum

II.1.1 Definisi Larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan lain pelarut digunakan air suling (1).
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut (2)
Larutan adalah campuran homogen dalam suatu campuran terdapat molekul-molekul, atom-atom, ion-ion dan zat atau lebih disebut campuran, karena susunannya dapat diubah-ubah disebut campuran homogen, karena komponen-komponen penyusunnya telah kehilangan sifat fisiknya dan susunannya sangat seragam sehingga tidak dapat diamati (3).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah tekanan dan suhu. Kelarutan zat padat dan cairan tidak terpengaruh oleh tekanan, sedangkan kelarutan gas-gas akan bertambah, apabila tekanan diperbesar (3)

II.1.2 Komponen Larutan

Ada dua komponen yang penting dalam suatu larutannya, yaitu pelarut dan zat yang dilarutkan dalam pelarut tersebut, zat yang dilarutkan itu disebut zat terlarut. Apabila dua atau lebih komponen dicampurkan dan dalam larutan sama. Dalam hal ini baik alkohol maupun air dapat disebut zat terlarut atau pelarut. (4)

II.1.3 Jenis-Jenis Larutan

-       Gas dalam gas – seluruh campuran gas
-       Gas dalam cairan – oksigen dalam air
-       Cairan dalam cairan – alkohol dalam air
-       Padatan dalam cairan – gula dalam air
-       Gas dalam padatan – hidrogen dalam paladium
-       Cairan dalam padatan – Hg dalam perak
-       Padatan dalam padatan – alloys

II.1.4 Kosentrasi Larutan

Kosentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Apabila zat terlarut banyak sekali, sedangkan pelarutnya sedikit, maka dapat dikatakan bahwa larutan itu pekat atau kosentrasinya sangat tinggi. Sebaliknya bila zat yang terlarut sedikit sedangkan pelarutrnya sangat banyak, maka dapat dikatakan larutan itu encer atau kosentrasinya sangat rendah.
Banyak cara untuk memeriksa kosentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem kosentrasi harus menyatakan butir-butir berikut (5) :
1.    Satuan yang digunakan untuk zat terlarut
2.    Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan.
3.    Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua.

Kosentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara yaitu :
a.    Persen Volum
 Persen volum menyatakan jumlah liter zat terlarut dalam 100 liter larutan, misalnya : Alkohol 76% berarti dalam 100 liter larutan alkohol terdapat 76 liter alkohol murni.
b.    Persen Massa
 Persen Massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan contohnya : Sirup merupakan larutan gula 80% artinya dalam 100 gram sirup  terdapat 80 gram gula.

c.    Molaritas
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut perkilo gram pelarut tang terkandung dalam suatu larutan molaritas (m) tidak dapat di hitung dari kosentrasi molar (M), kecuali jika rapatan (densitar) larutan itu di ketahui.

d.    Molalitas
Molaritas menyatakan jumlah Mol zat terlarut setiap kilogram dalam 1 liter larutan
contohnya : NaCl berarti 1 liter larutan terdapat 0,1 Mol NaCl

e.    Normalitas
Normalitas suatu larutan adalah jumlah gram ekuivalen zat terlarut yang terkandung di dalam 1 liter larutan. Batas ekuivalen adalah fraksi bobot molekul yang berkenaan dengan satu satuan tertentu, reaksi kimia dan 1 gram ekuivalen adalah fraksi yang sama dari pada 1 mol. 

f.     Fraksi Mol
Fraksi mol suatu dalam larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu.
Jumlah fraksi seluruh komponen dalam setiap larutan adalah :
 X (terlarut) =n (terlarut)
 n (terlarut) + n (pelarut)
 X (Pelarut) =n (pelarut)
 n (terlarut) + n (pelarut)
Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen.



II.1.5 Perbandingan antara berbagai skala konsentrasi

Skala konsentrasi molar dan normalitas sangat bermanfaat untuk. Eksperimen volumetri dimana kuantitas zat terlarut dalam larutan dengan volume bagian larutan itu. Skala normalitas sangat menolong dalam membandingkan volume dua larutan yang diperlukan untuk bereaksi secara kimia (4).

Keterbatasan skala normalitas adalah bahwa suatu larutan mungkin mempunyai lebih dari satu nilai normalitas, bergantung pada reaksi yang menggunakannya. Kosentrasi molar larutan sebaliknya merupakan suatu bil tetap karena bobot molekul zat itu tidak bergantung pada reaksi yang menggunakannya (4).

Skala fraksi mol sangat berguna dalam karya-karya teoritas karena banyak sifat-sifat fisika larutan dapat dinyatakan dengan lebih jelas dalam perbandingan jumlah molekul pelarut dan zat terlarut. (6).
Kimia volumetri yaitu pembuatan larutan baku. Zat murni di timbang dengan teliti, kemudian di larutkan dalam labu ukur sampai volume tertentu dengan tepat. Dimana normalitasnya diperoleh dengan perhitungan larutan-larutan baku primer yaitu natrium oksalat, kalium bikromat, natrium karbonat, kalium iodida.

 Zat-zat kimia yang dipakai untuk membuat larutan harus memenuhi syarat :
1.    Zat yang digunakan harus murni dan mempunyai rumus molekul yang pasti.
2.    Zat yang digunakan harus mempunyai berat ekuivalen yang pasti.
3.    Zat yang digunakan mudah di keringkan.
4.    Stabil dimana larutan baku primer dapat dipakai untuk menentukan
kadar larutan yang tidak diketahui.

II.1.6 Larutan Baku

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas). Senyawa yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku.

Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.    Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan senyawanya dan volume larutan yang dibuat. Contohnya : HCO . 2HO, Asam Benzoat (CHCOOH), NaCO, KCrO, AsO, KBrO, KIO, NaCl, dll.

Syarat-syarat baku primer :
-       Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
-       Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan
-       Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO, cahaya dan uap air
-       Mempunyai Mr yang tinggi

2.    Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer kareana 
sifatnya yang tidak stabil, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
Contoh larutan baku primer :
-       NaOH, HCO (as. oksalat), CHCOOH (as. benzoat), KHP
-       HCl, NaBO (nat. tetraborat), NaCO (nat. karbonat)
-       KMnO, HCO, AsO (arsen trioksida)
-       Iodium, AsO, NaSO.5HO baku (nat. tio sulfat)
-       Serium (IV) Sulfat,   As2O, serbuk Fe pa.
-       AgNO, NaCl, NHCNS
-       NaSO, KCrO, KBrO, KIO
 -       EDTA, CaCO pa, Mg pa

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.

Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai berikut :
-       Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
-       Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
-       Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
-       Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.



III.2     Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan dan pembakuan NaOH 0,1 N
a). Pembuatan larutan baku sekunder NaOH 0,1 N

Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu menimbang seksama NaOH sebanyak 0,2260 gr  dengan timbangan analitik diatas wadah kaca arloji. Memasukkan ke dalam  erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest hingga larut. Memindahkan kedalam labu ukur 50 ml, dibilas erlemeyer lalu menambahkan aquadest hingga tepat 50 ml skala labu ukur, kemudian menghomogenkan. Memindahkan larutan NaOH ke dalam erlenmeyer dan menutup rapat lalu memberi label NaOH.

b). Pembuatan Larutan Baku primer Kalium Biftalat

Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu memanaskan Kalium Biftalat di dalam oven selama 2 jam dengan suhu 180 C - 280 C dan menimbang seksama kalium Biftalat sebanyak 0,1010 gr dengan timbangan analitik di atas kertas perkamen. Memasukkan hasil timbangan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest. Memindahkan ke dalam labu ukur sambil membilas erlemeyer kemudian menambahkan aquadest hingga 100 ml ke dalam labu ukur kemudian menghomogenkan.



c). Pembakuan NaOH dengan Kalium Biftalat

Menyiapkan alat dan bahan dan membersihkannya atau mencuci buret dengan aquades lalu membilas dengan larutan NaOH. mengisi buret dengan larutan NaOH hingga tepat skala 0 pada buret. Memipet kalium Biftalat masing-masing 25 ml ke dalam erlenmeyer dan menambahkan indikator Fenolftaleien 4 tetes, homogenkan. Titrasi dengan NaOH secara perlahan-lahan dan tetes demi tetes sambil terus menghomogenkan hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda kemudian mencatat volume titrasi NaOH tepat saat perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Ulangi lagi dua kali percobaan.


III.2.1 Pembuatan dan pembakuan HCl 0,1 N

a). Pembuatan larutan baku sekunder HCl 0,1 N
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan kemudian mengukur seksama HCl sebanyak 0,8360 gr dengan menggunakan pipet skala lalu memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquadest hingga tepat 100 ml skala labu ukur, kemudian menghomogenkan. Memindahkan larutan HCl ke dalam erlenmeyer dan ditutup rapat dan memberikan label HCl



b). Pembuatan Larutan baku primer Natrium Karbonat
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu memanaskan Natrium karbonat didalam oven selama 2 jam dengan suhu 180 C - 280 C. Selanjutnya menimbang Natrium karbonat sebanyak 0,103 g dengan timbangan analitik diatas kertas perkamen dan memasukkan hasil timbangan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest. memindahkan ke dalam labu ukur dan menambahkan aquadest hingga 100 ml dalam labu ukur kemudian menghomogenkannya.

c). Pembakuan HCl dengan Natrium Karbonat
Menyiapkan alat dan bahan lalu membersihkannya atau mencuci buret dengan aquadest lalu membilas dengan larutan HCl. Mengisi buret dengan HCl hingga tepat skala 0 pada buret. Memipet Natrium carbonat masing-masing 25 ml ke dalam labu erlenmeyer dan menambahkan indikator Fenolftaleien 4 tetes. Mencampurkan atau menggoyangkan hingga homogen. Titrasi dengan HCl secara perlahan-lahan dan tetes demi tetes sambil terus dihomogenkan sampai warna merah muda pada larutan hilang. Mencatat volume titrasi HCl tepat saat perubahan warna dari merah muda menjadi jernih. Mengulangi lagi dua kali percobaan.

0 komentar:

Posting Komentar