PENGUJIAN
SENYAWA AMINA DAN NITRIL
Penulis
Nama : Lezy Maidela
NPM : 1313023045
P.S : Pendidikan Kimia (B)
Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
Bandarlampung
2014
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Senyawa Amina
1. Pengertian Senyawa
Amina
Senyawa amina
tersusun oleh atom C, H dan N. Amina merupakan turunan organik dari ammonia dimana satu atau
lebih atom hidrogen pada nitrogen telah tergantikan oleh gugus alkil atau aril.
Karena itu amina memiliki sifat mirip dengan ammonia seperti alkohol dan eter
terhadap air. Senyawa organik ini
mengandung atom nitrogen trivalent yang berkaitan dengan satu atau dua atau
tiga atom karbon, dimana amina juga merupakan suatu senyawa yang mengandung
gugusan amino (-NH2, - NHR, atau – NH2). Gugusan amino mengandung nitrogen
terikat, kepada satu sampai tiga atom karbon (tetapi bukan gugusan karbonil).
Apabila salah satu karbon yang terikat pada atom nitrogen adalah karbonil,
senyawanya adalah amida, bukan amina.
Seperti alkohol, amina
bisa diklasifikasikan sebagai primer, sekunder dan tersier. Meski demikian
dasar dari pengkategoriannya berbeda dari alkohol. Alkohol diklasifikasikan
dengan jumlah gugus non hidrogen yang terikat pada kaebon yang mengandung
hidroksil, sedangkan amina diklasifikasikan dengan jumlah gugus nonhidrogen
yang terikat langsung pada atom nitrogen.
2. Klasifikasi Senyawa
Amina
Berdasarkan banyaknya subtituen alkil
atau aril yang terikat pada nitrogen amina dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu sebagai berikut:
1. Amina
Primer (RNH2)
Amina
Primer adalah amina yang memiliki satu gugus alkil terikat pada atom nitrogen. Amina
primer ada jika salah satu dari tiga atom Hidrogen dalam Amonia digantikan oleh
gugus alkil atau aril. Contohnya: metilamina dan etanolamin
Untuk
pembuatan amina primer, reaksi terjadi dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama,
terbentuk sebuah garam – dalam hal ini, etilamonuim bromida. Garam ini sangat
mirip dengan amonium bromida, kecuali bahwa salah satu atom hidrogen dalam ion
amonium telah diganti oleh sebuah gugus etil.
Dengan demikian, ada kemungkinan untuk terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran.
Dengan demikian, ada kemungkinan untuk terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran.
Amonia
mengambil sebuah atom hidrogen dari ion etilamonium sehingga menjadikannya
amina primer, yakni etilamina. Semakin banyak amonia yang terdapat dalam
campuran, semakin besar kemungkinan terjadi reaksi selanjutnya.
2. Amina
Sekunder (R2NH)
Amina
Sekunder adalah amina yang memiliki dua gugus alkil terikat pada atom
nitrogen. Amina sekunder ada jika ada dua dari tiga atom Hidrogen dalam Amonia
digantikan oleh gugus alkil atau aril. Contohnya: dimetilamin dan
metiletanolamina.
Untuk
pembuatan amina sekunder. Reaksi di atas tidak berhenti setelah amina primer terbentuk.
Etilamina juga bereaksi dengan bromoetana (dalam dua tahapan yang sama seperti
reaksi sebelumnya. Pada tahap pertama, terbentuk sebuah garam kali ini,
dietilamonium bromida). Anggap garam yang terbentuk ini adalah amonium bromida
dengan dua atom hidrogen yang digantikan oleh gugus-gugus etil. Dan lagi-lagi terdapat
kemungkinan terjadinya reaksi reversibel (dapat balik) antara garam ini dengan
amonia berlebih dalam campuran tersebut.
Amonia
mengambil sebuah ion hidrogen dari ion dietilamonium sehingga menjadikannya
amina sekunder, yakni dietilamin.
3. Amina
Tersier (R3N)
Amina
Tersier adalah amina yang memiliki tiga gugus alkil terikat pada atom
nitrogen. Amina tersier ada jika tiga atom hidrogen dalam Amonia digantikan
oleh gugus alkil atau aril. Contohnya: trimetilamina.
Untuk
pembuatan amina tersier. Setelah amina sekunder terbentuk, reaksi masih belum
berhenti. Dietilamina juga bereaksi dengan bromoetana – dalam dua tahapan yang
sama seperti pada reaksi sebelumnya. Pada tahapan pertama, terbentuk
trietilamonium bromida. Lagi-lagi ada kemungkinan terjadinya reaksi reversibel
(dapat balik) antara garam ini dengan amonia berlebih dalam campuran tersebut. Amonia
mengambil sebuah ion hidrogen dari ion trietilamonium sehingga menjadikannya
amina tersier, yakni trietilamin.
Nitrogen amina dapat memiliki 4 gugus atau
atom yang terikat padanya, dalam hal ini Nitrogen merupakan suatu ion positif.
Ion ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu :
1.
Garam amina (jika
satu atau lebih yg terikat adalah H)
2.
Garam amonium
kuaterner (jika keempat gugus itu
alkil atau aril = tidak ada H pada N).
Amina primer, sekunder dan tersier dapat dibedakan dengan melakukan tes
Hinsberg. Dalam tes ini, amina dikocok dengan baik dengan reagen Hinsberg
dengan adanya alkali berair (baik KOH atau NaOH). Sebuah reagen yang berisi
larutan natrium hidroksida berair dan Benzenesulfonyl klorida ditambahkan ke
substrat. Sebuah amina primer akan membentuk garam sulfonamida larut yang
mengendap setelah penambahan asam klorida encer.Sebuah amina sekunder dalam
reaksi yang sama akan langsung membentuk sulfonamide larut. Sebuah amina
tersier tidak akan bereaksi dengan sulfonamide tetapi tidak larut. Setelah
menambahkan asam encer amina larut ini diubah menjadi garam amonium larut.
Dengan cara ini reaksi dapat membedakan antara tiga jenis amina.
3. Tata Nama Amina
Amina sederhana
dinamai dengan menyebutkan gugus alkil yang melekat pada nitrogen dan
menambahkan akhiran -amina.
Dalam
sistem IUPAC, gugus amino, -NH2, dianggap sebagai substituen, seperti contoh
berikut:
Diamina diberi nama alkana induknya (dengan angka awalan yang
sesuai), yg diikuti dengan akhiran –diamina.
H2NCH2CH2CH2NH2
1,3-propanadiamina
Jika
lebih dari satu tipe gugus alkil terikat pada nitrogen, gugus alkil terbesar
dianggap sebagai induk. Gugus alkil tambahan dinyatakan dengan awalan N-alkil-.
Jika terdapat kefungsionalan yang memiliki prioritas
tata nama yang lebih tinggi, Maka digunakan awalan amino.
·
Tata Nama Sistematik
Nama sistematik untuk amina alifatik primer diberikan
dengan cara seperti nama sistematik alkohol, monohidroksi akhiran –a dalam nama
alkana induknya diganti oleh kata amina. Contoh : H3C-CH-CH3 2-propanamina
H3C-CH2-CH-CH2-CH3 3-pentanamina. Untuk amina sekunder dan tersier yang
asimetrik (gugus yang terikat pada atom N tidak sama), lazimnya diberi nama
dengan menganggapnya sebagai amina primer yang tersubtitusi pada atom N. Dalam
hal ini berlaku ketentuan bahwa gugus sustituen yang lebih besar dianggap
sebagai amina induk, sedangkan gugus subtituen yang lebih kecil lokasinya
ditunjukkan dengan cara menggunakan awalan N (yang berarti terikat pada atom
N).
·
Tata Nama Trivial
Nama trivial untuk sebagian besar amina adalah
dengan menyebutkan gugus-gugus alkil/aril yang terikat pada atom N dengan
ketentuan bahwa urutan penulisannya harus memperhatikan urutan abjad huruf terdepan
dalam nama gugus alkil/aril kemudian ditambahkan kata amina di belakang nama
gugus-gugus tersebut. Contoh : CH3 │ CH3—NH2CH—C—NH2 │ CH3 Metilamina
tersier-butilamina.
2.2 Senyawa Nitril
1. Pengertian Senyawa Nitril
Nitril
adalah senyawa kimia yang mengandung gugus siano (C=N), dengan atom karbon
terikat-tiga pada atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak
senyawa. Beberapa senyawa diantaranya berupa gas dan lainnya berupa zat padat
atau cair. Gugus siano terdapat juga dalam bentuk garam dan polimer dan juga
ada yang bersifat kovalen, molekuler, dan ionic. Ikatan rangkap tiga
karbon-nitrogen dari sianida organik (nitril) dapat dihidrolisis menjadi gugus
karboksil. Reaksi ini berlangsung dalam keadaan asam maupun basa. Bila dalam
suasana asam atom nitrogen dari sianida dikonversi menjadi ion ammonium (Gambar
1), sedangkan dalam suasana basa, nitrogen dikonversi menjadi amonia dan produk
organik, yaitu garam karboksilat, yang perlu dinetralkan dalam langkah terpisah
menjadi asam (Gambar 2).
R-C=N + 2H2O
+ HCl R-COOH + NH4+
+ Cl-
Gambar 1 Sintesis sianida dalam
suasana asam.
R-C=N + 2H2O
+ NaOH
R-COONa + NH3
Gambar 2 Sintesis sianida dalam
suasana basa.
Dalam pengurangan organik nitril berkurang dengan
bereaksi dengan hidrogen dengan nikel katalis, sebuah amina terbentuk dalam
reaksi ini (lihat pengurangan nitrile). Pengurangan ke imin diikuti hidrolisis
untuk aldehida berlangsung dalam sintesis aldehida Stephen.
Nitril alkil
yang cukup asam untuk membentuk carbanion, yang Alkylate berbagaielektrofil.
Kunci untuk nucleophilicity biasa adalah permintaan sterik kecil unit CN dikombinasikan
dengan stabilisasi induktif. Fitur-fitur ini membuat nitril ideal untuk membuat
ikatan karbon-karbon baru di sterik menuntut lingkungan untuk digunakan dalam sintesis
kimia obat. Perkembangan terakhir telah menunjukkan bahwa sifat dari logam kontra-ion
menyebabkan koordinasi berbeda baik nitrogen nitril atau karbon nukleofilik
yang berdekatan, sering dengan perbedaan yang mendalam dalam reaktivitas dan
stereokimia.
2. Tata Nama Senyawa Nitril
Dalam sistem
tata nama IUPAC, nitril diberi nama berdasarkan rantai induk alkananya, atom C
yang terikat pada atom N juga termasuk kedalam rantai induk. Nama lkana itu
diberi nama akhiran –nitril. Beberapa nitril diberi nama menurut nama trivial
asam karboksilatnya, dengan menggantikan
imbuhan asam-at menjadi akhiran –nitril, atau –onitril, jika induknya tidak
mempunyai huruf –o.
3. Ikatan dalam Nitril
Gugus siano
mengandung ikatan rangkap tiga yaitu satu ikatan sigma dan dua ikatan pi.
Meskipun nitrogen mempunyai sepasang elektron menyendiri, suatu nitril hanyalah
basa sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh beradanya elektron menyendiri dalam
suatu orbital sp. Lebih banyaknya
karakter s dalam suatu orbital sp berarti bahwa elektron-elektron sp lebih erat diikat sehingga kurang
tersedia untuk mengikat proton.